
Sebenarnya
kalau mau jujur-jujuran agak berat kalau harus menuliskan tentang hal
yang berbau-bau perasaan. Karena konon, kata perasaan ini (yang lebih
didominasi oleh kaum hawa) berbanding lurus dengan yang namanya daya
kesensitifitas. Dan kalau sudah bersinggungan dengan area ini bisa
panjang kali lebar ceritanya. Dan ini juga yang mengingatkan saya pada
lagunya Ari Laso jaman baheula, ‘….sentuhlah dia tepat
dihatinya…’ adakah korelasinya,hehe (Untuk Ibu Hawa, maksud saya kaum
hawa mohon ijin untuk mengupasnya disini ya :).
Dan
melalui tulisan ini pula saya tidak akan membahas masalah gender,
feminisme, bla bla bla, dst. Saya hanya ingin membahas mengenai logika
dan perasaan. Dan timbulah satu pertanyaan ‘Ketika Logika di
perasa-perasaankan atau perasaan di logika-logika kan, bagaimana jadinya
ya?’
Dua hal inilah yang sering kita temui, alami dan rasakan dalam keseharian kehidupan kita. Baik
itu dalam hal memecahkan masalah, berkomunikasi atau bersosialisasi dan
sampai hal yang paling urgent sekalipun yaitu dalam hal pengambilan
keputusan. Dan yang terakhir ini yang sering kita dibuat kelabakan. Dan
dalam hal ini masing-masing orang berbeda dalam penerapannya.
Logika diidentikkan dengan pria dan perasaan diidentikkan dengan wanita. Pria
lebih condong pada logika, dan dalam memecahkan masalah ataupun
mengambil keputusan berdasarkan logika. Selain itu logika dipandang
lebih simple, praktis dan tentunya sangat rasional. Hal ini berkebalikan
dengan perempuan, yang mengedepankan perasaan mereka daripada logika.
Walaupun tidak semuanya benar. Ini juga tergantung dimana mereka
tinggal.
Bisa
jadi orang yang dibesarkan di lingkungan (dalam hal ini dimulai
lingkungan keluarga) yang dominan pria lebih banyak menggunakan logika
mereka. Sebaliknya orang yang dibesarkan di lingkungan yang cenderung
didominasi wanita lebih banyak menggunakan perasaan. Dan lagi-lagi ini
juga bisa berubah, seiring perjalanan hidup di pergaulan luar yang akan selalu bersinggungan dengan makhluk sosial di luar keluarganya. Mungkin lebih tepatnya dalam perbandingan persennya. Misalnya pria logika
75% logika dan 25 % perasaan. Kebalikannya wanita 75% perasaan dan 25 %
logika. Dan yang pasti pria itu lebih dominan logika dan wanita lebih
mengagungkan perasaan mereka.
Kenapa
hal ini bisa terjadi? hal ini bisa diakibatkan oleh budaya, kebiasaan
atau pola asuh yang mempengaruhi kepribadian seseorang. Selain itu juga
kalau secara ilmiahnya bahwa penggunaan logika dan perasaan ini
ditentukan dalam proporsi penggunaan otak pada manusia. Pada otak
manusia ada dua area, yaitu grey matter dan white matter. Grey matter adalah pusat informasi, sedangkan white matter adalah pusat pemrosesan informasi. Pria lebih menggunakan grey matter dalam proses berpikir, sedangkan wanita lebih menggunakan white matter dalam cara berpikirnya. Dan kalau dianalogikan dengan komputer, grey matter adalah prosessor inti komputer atau komputer itu sendiri. Sedangkan White matter adalah jaringan kabel yang menghubungkan setiap perangkat di dalam komputer.
Atau
misalnya ketika menghadapi masalah, pria dan wanita begitu mencolok
perbedaanya. Ketika menghadapi masalah wanita biasanya hanya ingin
didengarkan saja, istilahnya curhat-curhatan kalau jaman sekarang. Dan biasanya dalam menghadapi masalah tidak langsung mencari solusi, tapi dirasa-rasain dulu,
mikirnya belakangan. Apalagi masalahnya seperti benang ruwet, bisa jadi
stress ujung-ujungnya. Padahal kalau kita berusaha tenang, setiap
masalah pasti juga ada solusi. Tidak tau kenapa, mungkin sudah bawaan
dari lahir dan seperti faktor yang diatas tadi.
Sedangkan pada pria ketika
menghadapi masalah akan menyepi untuk mencari solusi. Dan biasanya
bukan bentuk stress, hanya terprovokasi saja. Dan sekiranya sudah
menemukan apa yang dimaksud akan kembali sedia kala.
Itu tadi hanya pengamatan saya terhadap saudara-saudara dan teman-teman saya. Bisa jadi benar, bisa jadi salah namanya juga opini. Dan yang terpenting bukan pada menggunakan logika saja atau perasaan saja, melainkan keduanya saling melengkapi.
Salam, selamat berbahagia semuanya :)