Selalu saja begini. Kau menarik ulur hatiku yang sakitnya
tak terperih. Dan yang paling perih, ternyata kau tak pernah peduli meski tubuh
ini dikubur duri.
Tubuh? Tak masalah jika hanya terkubur duri, tapi jika hati,
yang lemah ini tergore sedikit saja duri, sakitnya akan menghilangkan puisi
dari maknanya, sakitnya akan merobek kata dari frasa frasa.
Jika untuk mengulangi
lagi kesalahan yang sama, kenapa kau harus singgah ke hati yang terlanjur
hancur ini.
Kedatanganmu memang memberikan keteduhan, meski lebih banyak
lagi kehancuran.
Aku memang selalu menunggumu hingga hilang setengah sadarku.
Entah pada malam
keberapa, aku benar benar lelah. Meski aku tau, cinta tak kenal lelah.
Tapi, manusia sepertiku, hanya punya cinta yang lemah, meski
kata mereka, cinta selalu memberikan kekuatan.
Kekuatanku, sudah kau hisap bermalam malam. Dan aku lemah
sudah, dan cinta, melemahkanku, meski tak untuk lemah selamanya.
Aku hanya ingin lemah, ketika kau benar benar sudah tertelan
cahaya hitam dari hidupku. Maka, enyahlah! Segera! Agar lemah itu, hilang,
pula.