Social Icons

dengan menyebut nama Allah

11/12/12

masalah vs anugrah, beda tipis!


Oke, guys entah harus dimulai darimana untuk aku bercerita , saat ini aku sedang kalap di telan masalah .. masalah yang bagi sebagian orang relatif adanya . yang pasti saat ini aku sedang  dihukum oleh perbuatan ku sendiri, hukuman sekaligus ujian yang Allah kasih ini datang secara bersamaan ..sedikit cerita dan flashback masa lalu terlebih dahulu yach, aku sekolah di sebuah yayasan yang baik adanya, sekolah mna sih yang mengajarkan siswa nya menjadi tidak baik , setiap orang butuh pendidikan agar pribadinya terdidik dengan baik, seperti aku saat ini. Keputusan Ayah untuk memasukan ku ke dunia pendidikan yang berbasik agama bukan suatu hal yang keliru ..  hanya saja aku salah menyikapi nya . manusia itu mempunyai hati yang sifat nya berbolak balik . hati yang mengendalikan pikiran ini terkadang berpihak pada dunia dan terkadang berpihak pada akhirat, membuat jiwaku terkadang tidak utuh ketika berada di sekolah . sekolah yang  60% mempelajari agama dan 40% mempelajari umum ini berhasil menarik minat ku untuk melanjutkan sekolah jenjang menengah atas untuk 3tahun kedepan di sekolah yang sama. yayasan ini belum sepenuhnya memiliki fasilitas sekolah yang lengkap pada umum nya, walaupun seiring berjalan nya waktu sekolah ku ini mempunyai banyak perkembangan . mengapa aku memilih untuk melanjutkan sekolah ku disitu  padahal aku telah mengetahui dunia nya 3thn kebelakang ketika SMP ayah memasukan ku di sekolah itu, aku termasuk siswa yang kebelet pengen cepet lulus, keluar dari yayasan itu, dan ingin cepat meninggalkan lingkungan itu,  tapi malah memilih untuk melanjutkan jenjang menengah ke atas di sekolah itu kembali .. mengapa? Jangan tanyakan mengapa karena aku tak tau … pada saat itu aku hanya berpikiran bahwa aku akan menjadi sesosok yang arogan yang menyimpang jika aku kelak di tempatkan di sekolah yang pada umum nya tidak memiliki peraturan yang ketat mengenai penegakan syari’at islam sepert penjagaan hijab, dilarang mencontek, penjagaan aurat dsb .mengapa aku berpikiran seperti itu? Dan mengapa aku bisa merasa seperti itu?
Oke guys, sedikit berbicara mengenai lingkungan di sekitarku, mengapa harus berbicara masalah lingkungan? Tentu saja karena lingkunganlah yang sangat berpengaruh besar terhadap bentuk kepribadian seseorang yang nantinya akan jadi sebuah penilaian bagi setiap orang, sepert sabda nabi bahwasanya seseorang itu tergantung dengan pergaulan nya apabila kita bergaul dengan tukang minyak tanah maka kita akan tercium aroma minyak tanah pun sebalik nya apabila kita bergaul dengan tukang parfum maka kita akan beraroma farfum (kurang lebih analogi nya seperti itu)
 aku adalah anak bungsu dari 5 bersaudara, semua kaka laki-laki dan kaka pertama ku telah meninggal , tampak biasa kan? Yang tak biasa disini yaitu aku adalah seorang anak yang tumbuhan dengan kondisi keluarga yang broken home. Masih biasa? Adalagi yang tak biasa .. aku mempunyai kedua orang tua yang tidak sepemikiran dalam mendidik anak, ya bagi ku itu tak biasa karena akan menyulitkan seorang anak yang belum tumbuh cukup dewasa seperti aku sekarang ini, yang membutuhkan bimbingan untuk memilih suatu hal yang butuh pemikiran dewasa. Dan pada saat itu aku memutuskan untuk tinggal bersama ayah, bukan memutuskan mungkin lebih tepat nya di putuskan untuk tinggal bersama ayah, sama lingkungan keluarga ayah yang notabene nya bukan berasal dari keluarga yang fanatik terhadap agama, walaupun dalam lingkungan keluarga ayah tapi komunikasi ku dengan keluarga sesama perempuan pada saat itu sangat sulit, karena keluarga ayah tempat tinggal nya jauh-jauh, hanya ketika aku libur panjang aku bisa berkumpul dengan mereka,  Aku bertahan dari tak biasa sampai biasa tanpa sosok seorang ibu yaitu dari usia 5thn, usia yang menurut Kak.Seto sebagai ahli psikologi anak, adalah usia yang sangat membutuhkan peranan seorang ibu pada masa-masa pertumbuhan nya, yang telah berhasil aku lalui begitu saja, ya walaupun berbuah beberapa  karakter yang sedikit tak wajar, seperti tomboy, mempunyai ego yang keras, kasar, dan selalu mempunyai keinginan yang harus di penuhi pada saat itu juga, masa-masa yang aku lalui ketika berada di sekolah dasar itu adalah masa-masa yang sangat menderita ketika sadar bahwa ibu tak berperan sedikitpun untuk mengurusi proses pertumbuhan ku saat itu , proses dimana pada saat itu aku mulai melihat dan mengetahui peranan seorang ibu dalam suatu keluarga, proses dimana aku melihat keharmonisasian keluarga merupakan hal terindah yang menjadi nilai besar dalam suatu kehidupan, dan proses dimana aku mulai bertanya mengapa mereka seperti itu dan aku seperti ini, mengapa mereka bisa seperti itu sedangkan aku tak bisa, mengapa dan mengapa sampai habis pertanyaan ku dan aku mengambil kesimpulan bahwa keluarga ku tak sempurna seperti yang lain, bahwa keluarga ku tak normal seperti yang lain . adakah disini yang tak bisa mengartikan makna dari sebuah keluarga? Dalam ilmu sosiologi keluarga adalah kebutuhan primer seseorang dalam menjalani kehidupan bersosialisasi, karena keluarga merupakan pendidikan dasar dalam diri seseorang yang di lahirkan di muka bumi ini, karena keluarga termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi nilai dan norma yang di butuhkan dalam bersosialisasi dan karena keluarga ialah hal yang menjadi pandangan seseorang mengenai kepribadian nya. Pada saat itu aku butuh sesosok ibu dan aku tak mendapatkan nya, karena Ayah tak pernah memberiku ijin untuk menemuii nya, karena Ayah telah memutuskan ikatan batin seorang anak dan Ibu secara garis keras . karena Ayah, ya aku tak tau dan tak akan pernah tau alasan jelas yang bisa aku terima, sehingga pada saat itu aku seolah tampak baik-baik saja, seolah menerima saja tapi di hati ini penuh akan pemberontakan, tapi aku tak arogan, keadaan ku saat itu benar-benar menyulut semangat belajar ku agar aku tak di pandang sebelah mata oleh sebagian orang, karena pernah suatu ketika saat aku duduk di bangku 5 SD aku mendengar celetukan orang tua murid, gossip-gosip orang tua murid yang pada intinya melarang anak nya bergaul dengan ku karena aku adalah anak broken home dan di pandang akan menyesatkan anak anakan mereka, pada saat itu aku sempat tak terima, karena mereka sesat bukan karena aku yang menyesatkan mungkin salah satunya karena orang tua mereka sendiri yang tak memperhatikan secara jelas bagai mana cara belajar anak nya, aku berupaya penuh tekad dan aku  berhasil, ketika kelas 4,5,6 ranking ku selalu ada di posisi 2 besar. Menyabet beberapa prestasi, juara menulis, juara model kartini, juara nyanyi, dan pernah masuk koran dengan aksi maen musik yang fantastik, pada saat itu bagi sebagian orang bakat ku telah terlihat dominan untuk di dunia entertain, tapi sekali lagi Ayah telah menyendat bakat ku dengan memasukan ku di dunia pesantren, bukan aku tak bisa dan bukan aku tak mau, hanya saja ada beberapa hal yang aku sadari bahwa  hidup itu tidak bisa sebebas merpati hidup itu ada aturan, setiap orang punya aturan islam punya aturan dan aku harus mentaati peraturan itu. Akhirnya aku terfokus pada sekolah ku yang sama sekali aku tidak betah secara fisik aku cepat lelah secara ilmu aku tak bisa menguasai nya dan secara fisiologis aku tak betah.. aku tak betah dan aku tak betah, karena itu aku tak bisa mempertahankan prestasi ku seperti waktu di SD, ranking ku menurun, semangat belajar ku menghilang dan aku pada saat itu masuk pada kalangan santri yang malas, dan malas, mungkin karena faktor lingkungan yang tak mendorong semangat belajar, dan tentu saja karena tak ada seseorang pada saat itu yang mendorong agar aku bisa lebih semangat dan optimis dalam menjalani kegiatan sekolah pada saat itu.  Disini aku tergolong kedalam anak yang KUPER (kurang perhatian) teringat aku ketika waktu SD yang penuh akan cita-cita jadi dokter, jadi penulis, jadi artis sampai jadi seorang professor pun pernah terbesit dipikiran ku sehingga menimbulkan semangat belajar yang tinggi, ketika masuk di dunia pesantren rasa optimisku menghilang, cita-citaku pudar seakan aku diseret untuk menuju fokus yang aku sendiri tak tau seperti apa fokus itu. Dan kemana arah fokus itu. Sebenarnya itu semua bisa di atasi dengan adanya seseorang baik itu ayah, ibu, kaka, guru atau pacar sekalipun, keluarga, tetangga, dsp (baca: dan siapa pun) yang memberikan pengertian, yang memberikan kejelasan yang menjelaskan tujuan mengapa ayah memasukan ku ke dunia pesantren, mengapa ayah menuntutku untuk mandiri , pada saat itu aku haus akan penjelasan. Dan tidak sama sekali aku dapatkan sehingga seiring berjalan nya waktu aku pun mencari penjelasan itu sendiri seorang diri dengan mengalami beberapa masa galau yang drastis, di antaranya pernah suatu ketika ketika aku tinggal di asrama pada saat itu beban batinku sedang berada di tingkat tertinggi, pikiran ku penuh dengan permasalahan yang setelah di pikir saat ini adalah suatu masalah yang ga mesti aku pikirkan, saat itu aku berada di tingkat kejenuhan yang tinggi setinggi tingginya, aku muak dan aku ingin teriak … aku juga bingung kenapa musti teriak, dan apa hubungan nya melepaskan beban dengan solusi berteriak sekencang-kencang nya,  yang malah akan membuat tenggorokan sakit, dan kepala kita yang benjol-benjol kena timpukan orang yang merasa terganggu, akhirnya tetap aku kekeuh ingin berteriak sekencang-kencang nya aku pun melakukan itu dengan cara yang beda. Kalo di film-film stripping orang teriak seperti itu posisinya di atas tebing, bukit, hutan , laut, sawah atau di tempat tempat terbuka yang jauh dari keramaian manusia supaya teriaknya lebih updoll (baca: apdol) , aku teriak di kamar mandi asrama dengan menenggelamkan bagian kepala ku kedalam bak mandi dan teriak sekeras-keras nya dengan harapan suara yang keluar akan teredam oleh air dan hasil nya aku tak perlu berjauh-jauh pergii mencari tempat yang strategis untuk berteriak karena dengan seperti itu aku tidak akan mengganggu orang lain, tapi ternyata salah. Aksi ku yang hampir berhasil itu di ketahui oleh pihak sekolah dan disinyalir aku sedang melakukan percobaan bunuh diri dalam bak kamar mandi -____- semua panik, pintu WC asrama di dobrak, booming dan sempat jadi trending topic yang memunculkan peertanyaan yang sama dalam pikiran masyarakat sekolah di antaranya “kenapa sich, ada apa sich, dia stress kali ya? Keluarga nya kali? Ah paling urusang cowok. Kaisan banget ya, iya tragis juga sampe sempet mau bunuh diri, pasti masalah nya besar banget” oke guys itu penilaina bebas orang lain terhadap apa yang terjadi pada diri  ini , dan gue gak peduli.
Yaa itulah kehidupan dimasa transisi yang cukup ngeri, dampaknya sekarang terkadang aku masih suka males-males sekolah nyepelein tugas, dan kurang disiplin, tapi disisilain aku kini mulai tumbuh dengan cukup dewasa, aku di landa banyak masalah yang berhasil jadi pelajaran dan tumbuh bikin pribadi aku berubah secara drastis yang tadinya cuek jadi cukup peka, yang tadinya egois jadi ngga, yang tadinya pemarah meledak-ledak jadi cukup santai.. sekarang aku tau maksud dan tujuan ayah masukin aku ke dunia pesantren, sekarang aku tau kenapa Allah menakdirkan keluarga aku broken home, sekarang aku ngerti kenapa waktu penentuan masuk SMA aku lebih memilih untuk tetep stay di pesantren walaupun itu adalah zona tidak nyaman tapi sekarang aku menyadari di balik kekurangan selalu ada manfaat nya . hanya saja ada satu penyesalan yang saat ini sangat aku sesalkan adalah kenapa pada saat aku duduk di kelas 1, dan 2  SMA aku ga konsen dan ga fokus belajar, mungkin lebih tepat nya lagi pada saat itu aku ga bisa sabar untuk bersulit-sulit terlebih dahulu sebelum bersenang-senang kemudian dan sekarang …. Aku bersulit-sulit setelah dulu aku bersenang senang, disaat orang lain bebas pikiran sekarang aku sibuk mikirin tugas, remedial, UMPTN, kuliah, jurusan, keluarga.. lengkaplah sudah . dan bertepatan pada ujian dari Allah yaitu kekurangan harta dan rasa hampa karena ibadah yang kurang bener-bener bikin galau tingkat badai,tapi hal yang selalu aku alami adalah tiapkali aku mendapatkan masalah, masalah itu selalu membuat aku jauh lebih dewasa, lebih paham, seolah masalah menjadi sebuah anugrah yang Allah kasih buat merubah jati diri aku jauh lebih indah dan lebih baik .. semoga setiap orang memandang masalah bukan jadi hal yang menakutkan, masalah itu kalo ditunda malah bisa jadi musibah, kalo kita ngindarin masalah sama aja kaya kita menambah masalah. 


share it !

0 komentar:

Posting Komentar

 

AKSI = REAKSI

AKSI = REAKSI
kesuksesan itu real ada di tangan kita sendiri, bukan di tangan fasilitator ataupun di tempat kita sekolah :) saya bisa ada di antara mereka karna upaya saya sendiri :)